Rokok dan Kretek “Selamatkan Petani Tembakau”

Rokok atau merokok merupakan fenomena umum yang terjadi di Indonesia, kita akan melihat orang-orang menghisap rokok dimana-mana baik orang tua sampai anak kecil. Berbicara rokok maka erat kaitannya dengan merokok. Berbicara merokok erat kaitannya dengan dilarang merokok (no smoking). Didunia sekarang terjadi sebuah perang argumen tentang budaya merokok ini, ada yang mendukung dan ada juga yang menolak fenomena ini. Perang ini biasa disebut dengan “nikotin wars”, perang ini melibatkan dua perusahaan farmasi dan rokok itu sendiri.

Selain dari rokok kita mengenal yang namanya kretek, kretek itu sendiri merupakan rokok asli indonesia yang didalamnya tercampur cengkeh, tembakau, gula merah dll. Ketika membakar rokok tersebut maka akan terdengar bunyi “kretek-kretek”, dari situlah orang-orang tua kita dulu menamakannya dengan kretek. Kretek umumnya masih dibuat tradisional berbeda dengan rokok yang merupakan buatan pabrik.

Dimedia sekarang kita sering mendengar bahwa budaya merokok itu adalah sesuatu yang tidak baik yang dapat merusak kesehatan. Nah, media terus menghasut fikiran kita melalui sisi kesehatan ini. Sehingga kita lupa melihat dari sisi lain budaya merokok itu sendiri. Ketika kita berbicara kesehatan, kita akan teringat dengan peringatan yang terdapat pada pembungkus rokok yang mengatakan bahwa merokok dapat menyebabkan bla-bla-bla. Dari peringatan tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa peringatan tersebut merupakan hipotesa dikarenakan terdapat kata “dapat”. Hal ini mengindikasikan bahwa merokok menyebabkan penyakit kanker dll atau merokok tidak menyebabkan penyakit tersebut. Orang-orang akan berkata memang kenyataannya (dari sisi kesehatan) kalau merokok itu dapat menyebabkan penyakit-penyakit tersebut. Memang benar, tapi kita harus melihat bahwa bukan Cuma merokok yang menjadi penyebab penyakit-penyakit tersebut bahkan dalam mie instan yang sering kita makan dapat menyebabkan penyakit tersebut, sama halnya dengan makanan yang kita bakar seperti ikan, ayam bakar. Karena ketika kita membakar makanan tersebut akan menghasilkan gas CO2 yang mengandung radikal bebas yang merupakan penyebab penyakit kanker. Kita akan bertanya kenapa Cuma rokok yang dilarang? Jika karena penyakit yang ditimbulkan, kenapa kita tidak dilarang juga mengkonsumsi hal-hal yang dibakar?

Ketika kita berbicara mengenai kesehatan tersebut, data-data yang kita ambil untuk membuktikan bahwa merokok itu berbahaya adalah data-data dari WHO. Seperti yang kita ketahui bahwa di WHO itu terdapat 90% politisi dan Cuma 10% yang benar-benar tenaga ahli kesehatan. Data-data yang disajikan oleh WHO itu sendiri Cuma berasal dari negara-negara maju yang notabennya rokok disana terbuat dari bahan kimia yang apabila dikonsumsi sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh kita. Rokok dari negara maju tersebut sangat berbeda jauh dengan kretek indonesia yang mengandung bahan organik.

Kita melihat perang ini merupakan ladang basah dari perusahaan farmasi, mereka banyak mengeluarkan produk-produk seperti koyo dan permen nikotin yang katanya dapat menghilangkan racun nikotin dalam tubuh kita. Media sangat berperan besar dalam menginformasikan ini, kita telah dikonstruk oleh media untuk mengalihkan konsumsi kita dari rokok menjadi obat rokok. Bahkan sekarang ada rokok elektrik.

Tulisan ini tidak mengajak anda untuk menjadi perokok dan tidak pula mengajak anda untuk anti terhadap merokok. Tapi tulisan ini berusaha mengingatkan pada anda agar jangan menerima mentah-mentah apa yang disampaikan oleh media, kita harus melihat dari sisi lain seperti budaya dan orang-orang yang berkutat pada industri rokok tanah air.

Ketika kita berbicara budaya, di budaya bugis makassar ketika kita ingin melakukan perayaan  apapun tidak afdal jika kretek tidak ada. Karena rokok sendiri adalah bagian dari budaya indonesia, ada berita yang mengatakan rokok pertama itu berasal dari indonesia yang dibawa oleh para perantau yang datang ke Indonesia yang menyebarkan rokok kedaerah-daerah lain didunia ini.

Ketika kita berbicara seputar orang-orang yang berkutat pada industri ini, maka fikiran kita akan tertuju kepada ribuan petani tembakau. Yang digaung-gaungkan oleh media saat ini adalah anti tembakau, makanya kita mengenal adanya hari anti tembakau sedunia. Kita akan berfikir kenapa hari anti tembakau, bukan hari anti rokok. Dengan adanya hari ini maka petani-petani tembakau akan kehilangan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hari tembakau ini juga disinyalir akan mematikan industri-industri kretek rumahan.

Mari teman-teman kita buka ruang diskusi-diskusi untuk lebih mengasah daya kritis kita terhadap suatu hal. Janganlah kita melihat sesuatu dari satu sudut pandang yang biasanya merupakan sudut pandang media. Berusahalah lihat suatu hal tersebut dari berbagai sudut pandang.

Terima Kasih

Gangnam Style sebuah Fenomena Pop Culture

Gangnam style, budaya korean pop yang lagi hot-hotnya diberitakan oleh media massa. Gangnam style menjadi trend ketika ada opinion leader yang memblow-up hal tersebut. Seperti contoh ketika artis Britney Spears membuat informasi kepada media sosial tentang ketertarikannya dengan gaya tersebut.

Fenemona gangnam style ini dalam dianalisis melalui analisis pop culture atau culture studies dalam ilmu hubungan internasional. Pop culture atau disebut juga dengan budaya populer adalah sebuah budaya yang sering dan dengan mudah diikuti oleh kebanyakan orang. Pop culture menurut R. Williams adalah

  1. Budaya yang sering diikuti banyak orang,
  2. Budaya rendahan,
  3. Budaya hasil kerja untuk orang lain
  4. Budaya hasil kerja untuk diri sendiri.

Dari pendapat menurut R. Williams tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa budaya ini diciptakan untuk diri sendiri dan orang lain yang diikuti oleh banyak orang. Budaya-budaya ini menjadi populer berkat keberadaan media massa yang sering memblow-up sebuah budaya yang dianggap sangat menjual.

Sebuah budaya dapat dikatakan sebagai fenomena pop culture apabila memenuhi beberapa syarat antara lain :

  1. Trend, ketika sebuah budaya menjadi trend maka budaya tersebut dapat dikatakan sebagai pop culture. Karena semua orang ingin mencoba dan paling tidak mengetahui tentang budaya tersebut.
  2. Homogenisasi / kesamaan bentuk, budaya pop culture sendiri sebagian besar Cuma mengambil satu bentuk hiburan yang dimana bentuk hiburan ini tidak beda dengan hiburan lain. contoh musik melayu, dan sekarang budaya korean pop (Boy & Girlband)
  3. Adaptabilitas, budaya pop culture dapat beradaptasi dengan budaya-budaya lain sehingga budaya ini tidak tertolak mentah-mentah karena pertentangan budaya.
  4. Durabilitas / unik, budaya pop culture ketika memenuhi unsur ini dapat bertahan lama. Karena pasar sekarang sangat membutuhkan sebuah keunikan didalam kondisi dimana hal-hal akan terlihat sama.
  5. Profitabilitas, ini jelas karena dengan budaya pop culture ini merupakan ladang basah bagi para pemilik industri-industri untuk meraup untung sebanyak-banyaknya.

Setelah membaca berbagai hal tentang diatas maka kita akan bertanya, “Apa salahnya dengan Pop Culture itu sendiri?”. Nah dengan adanya dominasi dari pop culture kita semakin lupa akan budaya kita sendiri, kita lebih pede dengan budaya orang lain. Tetapi ketika budaya kita diambil oleh orang lain, kita tiba-tiba marah. Sesuatu yang sangat mengherankan tentunya, ketika kita ingin melindungi budaya kita sendiri tapi tidak ingin melestarikannya bahkan tidak mau tahu dengan budaya kita sendiri. Identitas kita sebagai sebuah masyarakat bugis contohnya bisa hilang karena budaya pop culture ini.

Akhirnya kita tahu sedikit apa itu pop culture, untuk menambah pengetahuan lagi kita akan mengupas sedikit tentang fenomena Gangnam Style. Gangnam adalah nama salah satu didistrik di Korea Seletan yang katanya setara dengan Beverly Hills, didistrik ini budaya glamour sangat kental. Gangnam style sendiri sebenarnya lagu resistensi (perlawanan) / kritik terhadap budaya glamour di Gangnam. Ketika kita melihat video klip dari gangnam style sendiri kita akan mendapati sebuah gerakan bagaikan menunggangi seorang kuda. Hal itu berarti artis-artis dikorea ditunggangi oleh para pemilik media (production house). Ketika seseorang ingin menjadi seorang artis sebagian dari mereka harus merubah diri mereka seperti apa yang telah distandarisasikan oleh para pemilik production house tersebut. Sehingga banyak yang kehilangan jadi diri mereka.

Ada asumsi yang berkembang mengapa gangnam style ini sering diliput media, asumsi ini mengatakan bahwa ini adalah sebuah pengalihan isu yang pada saat sebelum meledakknya gangnam style ini, media sering menyoroti distrik gangnam karena disana terdapat production house milik artis terkenal korea seperti SNSD dll. Media sering menyorot distrik ini karena adanya berita bahwa jika seseorang terutama wanita ingin dipublikasin menjadi seorang artis, dia harus “ditiduri” oleh beberapa agen. Hal ini yang membuat gangnam style dikritik karena budaya korea masih menganggap tabu terhadap peristiwa itu. Dengan munculnya gangnam style (yang sebenarnya kritik sosial) media berusaha mengalihkan perhatian masyarakat ke gangnam style sehingga isu yang sebelumnya telah muncul bisa dikesampingkan bahkan dilupakan oleh masyarakat.

Seperti yang kita tahu budaya korean pop telah melanda indonesia, banyak para penikmat musik yang dulunya menyukai musik genre melayu kemudian beralih ke musik pop korea. Kita akan ingat 2 atau 3 tahun lalu dimana para wanita dan penikmat musik sangat menyukai band-band melayu kemudian sekarang mereka beralih menjadi penikmat musik korean pop. Kita melihat fenomena disini bahwa masyarakat sebagai konsumen musik seakan-akan dikendalikan (dikonstruk) oleh media, sehingga media mempunyai andil besar terhadap apa diri kita. Mereka dapat merubah selera musik kita bahkan mereka dapat merubah paradigma kita yang seperti mereka inginkan. Kita melihat sekarang yang bisa dibilang orang-orang sudah tidak ada yang peduli terhadap sesama, lingkungan, maupun yang lain. Mereka disibukkan dengan keadaan diri mereka sendiri dimana mereka merasakan sangat nyaman dengan keadaan tersebut dan tidak memikirkan orang lain. Lagu-lagu berperan besar terhadap sikap itu, karena ketika kita mendengar lagu yang hanya berkutat pada romantika, kehidupan dll. Otak akan merespon makna yang tersirat dalam lagu tersebut yang jika kita sering mendengar lagu tersebut maka pandangan kita akan mengikuti pesan tersirat dari lagu tersebut. Kita semua tahu pasti bahwa setiap lagu yang kita konsumsi membawa sebuah ideologi / cara pandang.

Kita seharusnya rindu terhadap lagu-lagu kritik sosial karena dengan lagu ini kita dapat melihat fenomena lain dari diri kita sendiri. Lagu-lagu kritik sosial memacu kita untuk berfikir bahwa “dunia sekarang sedang tidak baik-baik saja”.

Globalisasi

Globalisasi merupakan kata yang sudah tidak asing bagi telinga sebagian besar orang. Bahkan banyak orang yang berpendapat bahwa globalisasi merupakan proses alamiah yang tidak bisa kita hindari. Secara terminologis globalisasi adalah proses mendunia, dari kata globe yang arti sederhananya adalah dunia, ketika di tambah suku kata –sasi maka mempunyai makna proses. Walaupun globalisasi tidak mempunyai arti yang baku dan mempunyai berbagai penafsiran. Menurut Achmad Suparman  globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia tanpa dibatasi oleh wilayah.

Disisi lain ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Pendapat lain mengatakan bahwa globalisasi adalah gagasan untuk melegitimasi bentuk baru dari penjajahan dan penindasan (neo-kolonialisme / neo-imperialisme) negara-negara maju terhadap dunia ketiga (negara-negara berkembang).

Kata globalisasi sendiri pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang menunjuk pada politik-ekonomi khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya globaliasi adalah revolusi elektronik dan diintegrasi negara-negara komunis.

Ada banyak pendapat mengenai globalisasi, ada yang pro dan ada juga yang kontra. Itu semua dikembalikan kepada masing-masing individu. Scholte melihat bahwa beragam pandangan ini karena ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi :

–       Internasionalisasi, globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.

–       Liberalisasi, globalisasi diartikan dengan semakin diturunkan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.

–       Universalisasi, globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun immaterial ke seluruh dunia. Pengalaman suatu lokalitas menjadi pengalaman seluruh dunia.

–       Westernisasi : westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.

–       Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas, arti kelima ini berbeda dengan empat definisi pertama yang masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian ini, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekedar gabungan negara-negara (dengan kata lain adanya pemerintahan global)

Dari berbagai definisi diatas ada orang yang sependapat maupun yang tidak. Suatu hal yang merupakan buatan manusia (Globalisasi) memiliki kelebihan dan kekurangan. Ketika kita menyebutkan kelebihan dari globalisasi, dari kelebihan tersebut terdapat kekurangan. Seperti contah, meningkatnya teknologi komunikasi sehingga kita dapat berkomunikasi dengan orang yang sangat jauh dengan kita, mudahnya kita mendapatkan informasi. Dari kelebihan ini terdapat cacat, pertama memang dengan meningkatnya teknologi komunikasi kita dapat berhubungan dengan orang lain yang sangat jauh, tapi dengan teknologi komunikasi yang canggih ini kita telah mengesampingkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan kontak secara fisik bukan hanya melewati sebuah dunia yang semu. Kedua walaupun kita dengan mudahnya mendapatkan informasi sehingga informasi-informasi yang menurut budaya timur merupakan sesuatu yang sangat tabu dapat dengan mudah kita akses tanpa proteksi, dengan kebiasaan yang buruk ini otak kita akan merespon hal-hal tabu tersebut sehingga merusak otak kita yang berakibat terhadap sisi psikologis kita.

Pada era milenium ini dunia maya telah menjadi sebuah wadah interaksi sosial bagi manusia, banyaknya situs-situs jejaring sosial yang memudahkan kita untuk berinteraksi yang apabila tidak diproteksi dengan jiwa yang kuat maka interaksi sosial yang jalani terabaikan oleh interaksi-interaksi semu, banyak kritik tentang situs-situs jejaring sosial salah satu propagandanya adalah “Social Network Social Distorsion”.

Globalisasi bukan hanya berdampak kepada sosial-budaya tetapi berdampak pula terhadap bidang yang lain, sebagai contoh ekonomi. Seperti yang kita ketahui bahwa dengan globalisasi maka transaksi-transaksi ekonomi dapat melintasi pabean sebuah negara, sehingga produk Amerika Serikat dapat dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Adanya penanaman modal asing dan lain-lain. Ketika kita berbicara mengenai barang-barang impor, maka dalam fikiran kita terbentuk opini bahwa produk impor adalah produk yang berkualitas dibandingkan dengan produksi dalam negeri. Hal ini membuat produksi dalam negeri kalah bersaing dan akhirnya mati. Dalam hal penanaman modal asing (investasi), memang terdapat kelebihan yaitu industri dalam negeri dapat bersaing dengan pasar global, tetapi seperti yang kita ketahui bahwa investasi yang digalakkan oleh pihak asing sebagian besar merambah sektor pertambangan yang membuat alam kita kesakitan karena eksplotasi-eksploitasi tanpa pembaharuan. Sehingga kadang kala alam kita murka kepada manusia dan menyebabkan bencana-bencana oleh manusia. Dari contoh diatas globalisasi merupakan bagian dari Liberalisme dan kawan-kawan ataupun sebaliknya.

Ada banyak kelebihan dan kekurangan globalisasi dari berbagai sisi kehidupan. Ada baiknya ketika kita memanfaatkan globalisasi tersebut secara arif dan bijaksana. Hal yang dapat membuat kita memfilter globalisasi tersebut adalah Agama yang kuat. Sehingga dampak-dampak buruk dari globalisasi dapat kita hindari.

Barcode “Sebuah Awal”

Ketika mendengar kata barcode mungkin sebagian besar dari kita merasa asing dengan kata itu, padahal kata tersebut sangat dekatlah dalam keseharian kita. Coba kita periksa sebuah kemasan makanan atau apapun yang biasa diperjualkan di supermarket. Dibagian belakang kemasan tersebut terdapat garis hitam yang berjajar diatas putih, dibagian deretan garis vertikal inilah yang disebut barcode. Barcode adalah susunan garis cetak vertikal hitam putih dengan lebar berbeda untuk menyimpan data-data spesifik seperti kode produksi, nomor identitas, dll sehingga sistem komputer dapat mengidentifikasi dengan mudah, informasi yang dikodekan dalam barcode.

Ketika kita melihat dengan seksama dibagian bawah barcode terdapat angka, sebagian besar pasti bertanya kalau sudah ada kode angka mengapa masih menggunakan barcode? Jadi barcode adalah semacam kode buat komputer untuk menganalisa suatu barang berdasarkan code yang tercantum didalam barcode tersebut, dan angka dipergunakan agar mata manusia dapat melihat kode barang tersebut.

Barcode sendiri pertama kali diciptakan oleh Wallance Flint pada tahun 1923, dia membuat barcode untuk memeriksa barang diperusahaan retail. Awalnya, teknoloni ini pakai oleh perusahaan retail, kemudian diikuti oleh perusahaan-perusahaan industri. Pada tahun 1948, pemilik tokoh makanan lokal meminta Drexel Institute of Technology di Philadelphia untuk membuat sistem semacam ini untuk membaca produk-produk yang keluar secara otomatis.

Menanggapi permintaan tersebut, Bernard Silver dan Norman Joseph Woodland yang merupakan lulusan Drexel Patent Application bergabung untuk mencari solusi dari permintaan tersebut. Woodland mengusulkan tinta yang sensitif terhadap sinar ultraviolet. Prototype yang diusulkan oleh Woodland ini ditolak karena tidak stabil dan mahal. Pada tangal 20 Oktober 1949 Woodland dan Silver berhasil membuat prototipe yang lebih baik. Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 1952, mereka mendapat hak paten dari hasil penelitian mereka. 1966: Pertama kalinya kode batang dipakai secara komersial adalah pada tahun 1970 ketika Logicon Inc. membuat Universal Grocery Products Identification Standard (UGPIC).

Perusahaan pertama yang memproduksi perlengkapan kode batang untuk perdagangan retail adalah Monach Marking. Pemakaian di dunia industri pertama kali oleh Plessey Telecommunications. Pada tahun 1972, Toko Kroger di Cincinnati mulai menggunakan bull’s-eye code. Selain itu, sebuah komite dibentuk dalam grocery industry untuk memilih kode standar yang akan digunakan di industry. Pada tanggal 3 April 1973: Komite memilih simbol UPC (Uniform Product Code) sebagai standar industry. Barcode ini lahir di Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an.

Ada beberapa standarisasi jenis barcode. Berikut ini adalah jenis barcode yang sering digunakan:

–       Code 39, sebagai simbolik yang paling populer di dunia barcode non-retail, dengan variabel digit yang panjang. Namun saat ini code 39 makin sedikit dipergunakan dan digantikan dengan Code 128 yang lebih mudah dibaca oleh pemindai.

–       Universal Product Code (UPC)-A, terdiri dari 12 digit, yaitu 11 digit data, 1 check digit : untuk kebutuhan industri retail.

–       UPC-E, terdiri dari 7 digit, yaitu 6 digit data, 1 check digit : untuk bisnis retail skala kecil.

–       European Articles Numbering (EAN)-8, terdiri dari 8 digit, yaitu 2 digit kode negara, 5 digit data, 1 check digit.

–       EAN-13 atau UPC-A versi Eropa, terdiri dari 13 digit, yaitu 12 digit data, 1 check digit.

–       POSTNET : kode pos encoding di US mail.

–       Japanese Article Number (JAN) : serupa dengan EAN, digunakan di Jepang.

–       Bookland : berdasarkan nomor ISBN dan digunakan pada sampul buku.

–       ISSN bar code : berdasarkan nomor ISSN, digunakan pada majalah di luar AS.

–       Interleaved 2 of 5 : digunakan dalam industri pelayaran dan gudang.

–       Codabar : digunakan oleh Federal Express, di perpustakaan dan bank darah.

–       MICR (Magnetic Ink Character Recognition) : sebuah font khusus yang digunakan untuk nomor di bagian bawah cek bank.

–       OCR-A : format pengenalan karakter optik yang digunakan pada sampul buku, untuk nomor ISBN agar bisa dibaca oleh manusia.

–       OCR-B : digunakan untuk mempermudah pembacaan barcode versi UPC, EAN, JAN, Bookland, dan ISSN dan Code 39.

–       Maxicode : digunakan oleh United Parcel Service.

–       PDF417 : suatu jenis barcode 2-D baru yang dapat encode sampai 1108 byte informasi; dapat terkompresi seperti pada sebuah portabel file data (PDF).

Tipe barcode yang banyak di Indonesia adalah EAN 13, yaitu kode barcode dengan 13 digit. Dimana 3 kode awalnya merupakan kode negara Indonesia (899). Kemudian empat angka berikutnya menunjukkan kode perusahaan. Selanjutnya lima angka secara berturut-turut merupakan kode produk dan angka terakhir berupa validasi atau cek digit.

Ada pun jenis barcode yang dikenal saat ini adalah barcode linear 1D (1 dimensi) yang berupa rangkaian garis dengan ketebalan yang bervariasi dan berbentuk persegi panjang serta jenis barcode matriks 2D (2 dimensi) yang datanya diwakili oleh simbol-simbol yang berbentuk persegi, titik, heksagon dan bentuk geometri lainnya pada gambar yang berada dalam sebuah bujur sangkar. Untuk jenis barcode matriks ini kita bisa memasukkan data sampai ratusan karakter dalam sebuah barcode, lain halnya dengan barcode linear yang kemampuan menyimpan datanya terbatas.

Untuk membaca barcode ini diperlukan sebuah alat pembaca barcode atau barcode scanner dengan menggunakan sinar laser yang sensitif terhadap refleksi dari ketebalan garis, jarak atau ruang antar baris dan variasi lainnya. Data tersebut dibaca oleh barcode scanner yang kemudian ditranfer ke komputer untuk diolah lalu ditampilkan sebagai data yang terbaca oleh manusia.

Pada awalnya pembaca kode batang yaitu scanner atau pemindai dirancang dengan mengandalkan cahaya yang tetap dan satu photosensor yang secara manual digosokkan pada kode batang.

Kode batang scanner dapat digolongkan menjadi tiga kategori berdasarkan koneksi ke komputer, yaitu : Jenis RS-232 kode batang scanner menggunakan konektor RS-232. Jenis ini membutuhkan program khusus untuk mentransfer data input ke program aplikasi. Jenis lain, adalah bercode yang menghubungkan antara komputer dan PS2 atau AT keyboard dengan menggunakan konektor PS2. Jenis ketiga adalah USB barcode scanner, yang merupakan lebih modern dan lebih mudah dipasang (dipakai) daripada jenis RS-232, karena scanner kode batang ini memiliki keuntungan yaitu tidak membutuhkan program tambahan untuk mentransfer atau input data ke program aplikasi.

Barcode sendiri mempunyai kegunaan yang dapat mengidentifikasi suatu objek agar dapat dikenali dengan cepat, disamping kegunaannya pasti ada saja orang yang berfikir kritis tentang teknologi ini. Orang yang berani mengkritisi teknologi ini Adalah Mary Stewart Relfe, PhD, seorang perempuan pengusaha sukses dari Montgomerry, AS, yang juga berprofesi sebagai seorang pilot sekaligus instruktur peralatan Multi Engine Instrument Flight, telah menulis dua buah buku best-seller yang menyoroti konspirasi ini. Salah satunya berjudul “666 The New Money System” (1982).

Mary memandang penggunaan barcode ini merupakan sebuah konspirasi yang disusun secara sistematis untuk menguasai dunia ini. Mary yang juga seorang ahli Al Kitab meyakini bahwa barcode adalah simbolis setan karena dalam pembacaan barcode tersebut terdapat angka-angka setan seperti 666 dan 13. Angka 66 terdapat pada 2 garis panjang diawal, tengah dan akhir, serta angkan 13 yang dilambangkan dengan angka yang berjumlah 13. Seperti layaknya konspirasi pada umumnya yang sangat sedikit mengandung objektivitas, maka cuma sedikit orang yang percaya dengan teori Mary ini. Disamping itu angka setan yang dimaksud oleh Mary yang umumnya merupakan mitos dari bangsa eropa dan amerika berbeda dengan angka setan yang dipercayai oleh negara-negara atau kawasan lain dimuka bumi yang menggunakan barcode sebut saja Jepang yang menganggap bahwa angka 4 merupakan angka setan karena pengucapannya (shi) yang berarti mati. Begitupun di Indonesia yang sebagian orang telah meninggalkan mitos-mitos tersebut.

Tapi dalam buku Mary ini ada sebuah konspirasi besar yang ingin dijalankan dengan menggunakan barcode ini. Menurut Mary, upaya Konspirasi untuk menguasai dunia dalam hal pengidentifikasian dan pengendalian dunia terbagi dalam tiga tahapan, yaitu :

Tahap pertama, dimulai tahun 1970 yang dijadikan titik awal bagi langkah-langkah ini, ketika barcode pertama kali digunakan secara komersial.

Tahap kedua, dimulai tahun 1973. Penggunaan Barcode yang awalnya diterapkan pada Barang Manufaktur, kini mulai diterapkan pada manusia, antara lain lewat nomor kodefikasi Angka Kesejahteraan Sosial (The Social Security Number) yang digabungkan dengan sistem pemberian angka secara universal.

Penggabungan dua kodifikasi angka ini menjadi kode-kode batangan (Barcode) yang mirip dengan Barcode pada produk manufaktur yang telah diterapkan tiga tahun sebelumnya.
Awalnya diterapkan pada kartu-kartu pintar, seperti : Credit Card, Debit Card, ID Card, dan sebagainya. Namun, pada perkembangannya juga mulai diterapkan pada manusia. Target utama tahap kedua ini, adalah Pemerintahan, Perbankan, Dan Perusahaan-Perusahaan pembuat kartu-kartu pintar (Smart Card).

Tahap ketiga, meliputi usaha untuk mengidentifikasikan setiap macam yang ada di dunia ini, baik yang bergerak maupun yang tidak. Semua pengidentifikasian ini berguna untuk mengetahui sisi lemah suatu kelompok, wilayah, bahkan suatu bangsa, yang nantinya bisa dijadikan senjata bagi Konspirasi.

Dan sekarang hal-hal yang diprediksi oleh Mary pada tahun 1982 mulai terjadi, dimana telah ada penggunaan sebuah chip yang berisi data orang yang memakai chip ini. Amerika Serikat telah menggunakannya kepada para imigran dan pasukan agar keberadaannya dapat dengan mudah dilacak karena dalam chip ini terdapat sebuah sensor aktif yang dapat dipantau sehingga dimana dan apapun yang dilakukan oleh pengguna chip ini dapat diketahui dengan mudah. Para pelopor teknologi ini berdalih dengan penggunaan teknologi ini dapat mengurangi tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh seseorang karena merasa diawasi. Tapi dengan pengawasan tersebut ruang gerak kita sangat terbatas. Kita tidak dapat menggunakan kata privacy lagi.

Dewasa ini telah ada rumor yang berkembang bahwa didalam chip tersebut terdapat semua informasi tentang pengguna, baik dati diri, keuangan, dan lain-lain. Dengan hal ini maka akan tercipta sebuah masyarakat yang tunduk kepada penguasa walaupun penguasa tersebut bersikap dzalim. Karena ketika kita mulai mengkritisi pemerintah tersebut maka dengan mudahnya kita dilacak dan ditangkap dengan berbagai alasan. Hal ini dilakukan agar para penguasa tersebut tidak merasa terancam dengan kedudukannya.

Di Indonesia sendiri telah ada sebuah RUU Intelejen yang dapat mengawasi semua masyarakat, ada banyak orang yang merasa risih dengan RUU ini salah satunya mahasiswa. Hal ini membuat mahasiswa dimatikan daya kritisnya sehingga para penguasa dapat berbuat seenaknya. Setelah RUU ini disahkan maka teknologi chip seperti yang dibahas diatas dapat dijalankan, dan mau tidak mau hidup kita harus memakainya dengan dalih sebuah kewajiban berdasarkan hukum. Dan akhirnya kita akan terkungkung, dan mengucapkan selamat tinggal terhadap kata privacy.

Analisis Berita Media Massa

Seminggu tujuh kali, setiap pagi dinikmati (dibaca) bersama dengan kopi. Itulah rutinitas sebagian orang yang berpendapat bahwa kita tidak boleh ketinggalan berita baik lokal, nasional dan internasional. Itulah berita, sebuah teks yang memberikan kita informasi terbaru yang berkembang didunia ini. Tapi sebagian besar orang Cuma membaca tanpa menganalisis berita yang dia baca sehingga informasi yang masuk difikirannya tidak tersaring. Ditambah sekarang, media massa mulai mengesampingkan pekerjaan mulianya (memberikan informasi) karena ingin meraup keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Media Cuma memberitakan sesuatu yang heboh dan sangat subjektif ditambah kurang menggali informasi yang dia beberkan kehadapan publik. Nah, publik sekarang harus pintar-pintar untuk menganalisis sebuah berita, karena banyaknya asumsi yang mengatakan bahwa berita sekarang Cuma mencari keuntungan material semata, bahkan menggunakan slogan “Bad News Is A Good News”. Mereka mencari berita Cuma menampakkan kejelekan dari berita tersebut, sebagai contoh ketika adanya demo anarkis, media-media berebutan meliput aksi anarkisnya dan kebanyakan melupakan kenapa demo itu anarkis dan mengapa demo itu terjadi. Cuma media-media investigasi yang biasa melakukan pengumpulan informasi yang mendalam. Media juga sering ditunggangi oleh para pejabat-pejabat yang ingin memperoleh kekuasaan dengan menampilkan sesuatu yang serba sempurna. Itulah media, bahkan ada slogan yang mengatakan bahwa “siapa yang menguasai informasi maka dia yang menguasai dunia”.

Setelah berbicara sedikit tentang betapa hebatnya media, maka sebagai pembaca kita harus pintar-pintar memilih sebuah berita untuk kita konsumsi jangan sampai ketika kita mengkonsumsi sebuah informasi mentah-mentah kita akan terdoktrin (mengikuti) perspektif media tersebut. Untuk menilai kebenaran atau validitas suatu berita tidaklah mudah, karena banyak hal yang mendasari munculnya suatu berita. Suzanne Pitner (pengajar dan aktivis media) pernah menulis artikel berjudul “How to Analyze the News“. Ia memberikan beberapa tips untuk menganalisis berita, yang ia singkat dengan istilah strategi COPS (Context, Opinion, Perspective, Sources):

1. Context: Kenali Berita sesuai Konteksnya! Berita bersifat memberikan kita informasi yang terpotong-potong. Berita itu diambil melalui kamera dan mata wartawan dan diinformasikan ke ranah publik. Kamera dan mata wartawan ini memiliki kekurangan karena kamera dan mata wartawan cenderung bersifat objektif sehingga berita tidak bisa menginformasikan realistas yang sebenarnya terjadi. Hal itu disebabkan karena adanya keterbatasan waktu dalam peliputan dan pelaporan media (khususnya media televisi) yang cederung memberikan informasi yang sedikit. Penonton berita ditelevisi harus bersedia membaca untuk mengetahui lebih lanjut tentang informasi yang dia saksikan di media televsi. Konteks berbeda dengan apa yang diperlihatkan (tampak).. Konteks lawannya adalah teks (teks tidak terbatas pada tulisan tetapi dapat diperlebar maknanya pada apa saja yang tampak). Teks memberikan informasi yang bersifat denotatif, sedangkan konteks merupakan pemahaman dari makna teks yang bersifat konotatif. Pemahaman konotatif setiap orang berbeda-beda dari makna denotatifnya karena dipengaruhi latar belakang, pendidikan, dan sebagainya.

Sebagai contoh ketika terjadi unjuk rasa yang berakhir ricuh. Ini adalah teks. Maka pemirsa yang tekstual akan melihat informasi “telanjang”. Lantas dinilai secara “hitam atau putih” (baik atau buruk). Tetapi pemirsa yang kontekstual tidak berhenti pada informasi yang tampak, akan tetapi akan mencari lebih dalam, kenapa aksi tersebut tejadi, bagaimana kronologinya, apa isu yang dibawah dalam unjuk rasa itu, kenapa isu itu harus dikritisi, bagaimana cara untuk mencegah agar unjuk rasa semacam itu tidak ricuh, dan apa yang harus dilakukan ketika kita berada dalam situasi tersebut. Pertanyaan-pertanyaan ini yang membuat kita dapat menempatkan berita ke dalam konteks.

2. Opinion: Pisahkan Pendapat dari Fakta! Pendapat dari narasumber dalam berita atu opini bukanlah sebagai fakta. Karena pendapat ataupun opini sangat subjektif karena pendapat dan opini tersebut sesuai dengan cara pandang dirinya, pemahaman dirinya, tapi bukan merupakan fakta yang sesungguhnya. Fakta bukan merupakan persepsi manusia, melainkan fakta itu berdiri sendiri. Setiap orang berhak untuk mengklaim bahwa pendapat dirinya mewakili fakta, tetapi fakta tidak bisa diwakili oleh siapapun. “Persepsi manusia terhadap api tidak bisa menggambarkan api yang sesungguhnya, karena api persepsi tidak membakar sedangkan api sejati (fakta) sifatnya membakar.”

Walaupun pendapat tidak bisa mewakili fakta tapi ada cara agar pendapat mewakili sedikit fakta tapi tetap pendapat itu tidak bisa dinyatakan seratus persen fakta. Caranya yaitu dengan metode hermeneutik. Metode hertemenutik adalah metode untuk menjembatani agar opini dapat berbasis pada fakta, yaitu dengan narasi yang lengkap, angka statistik dan tidak sepotong-sepotong. Tulisan berita umumnya tidak bisa menggunakan metode ini. Yang bisa adalah tulisan feature karena kaya akan deskripsi dari relung-relung terdalam dari realitas. Selain itu, harus disertai bukti yang digunakan dan dengan cara yang baik serta logis. Gambar-gambar dapat dijadikan alat bukti.

3. Perspective: Lihatlah Cara Pandang Pemberitaannya! “Negara telah gagal dalam mensejahterakan rakyatnya”.Kalimat tersebut sering kali terdengan di pemberitaan-pemberitaan media massa. Dari editorial tersebut dianggap telah mewakili narasi dari pemberitaan dimedia. Kalimat tersebut menunjukkan cara pandang media yang sangat subjektif dan kalimat tersebut bersifat emosional bukan memberitakan. Media dengannya telah melakukan penilaian bahkan mengadili. Padahal media tidak punya kapasitas untuk menilai dan mengadili. Media adalah perantara (medium), dengannya cara pandang media harus independen.

Perspektif media tidak boleh tumpang-tindih dengan kepentingan. Dengan alasan  kendala waktu dan ruang maka media akan menentukan cerita mana yang mendapatkan ruang yang paling banyak, dan cerita mana yang diedit atau bahkan dipetieskan. Pertimbangan untuk melakukan tersebut harus dari perspektif publik bukan dari perspektif pemilik modal.

4. Sources: Bandingkan Berita dengan Banyak Sumber! Media sendiri memiliki berbagai macam aliran, jika kita fokus hanya satu media maka perspektif kita digiring untuk sama dengan perspektif media tersebut. Penyampaian berita akan berbeda dalam memberitakan satu hal yang sama. Makanya agar kita paham betul terhadap suatu berita maka sebaiknya kita membaca dan memahami lebih dari satu sumber. Teknik trianggulasi dapat digunakan. Trianggulasi adalah pembuktian informasi melalui berbagai sumber media atau dengan berbagai sumber opini

———————-

Diadaptasi dari: Suzanne Pitner, How to Analyze the News, Media Literacy, Suite 101,

Sejarah Kalender Masehi

Ketika seseorang bertanya, “tanggal berapa sekarang?” maka fikiran kita akan merespon pertanyaan itu dan langsung menyebut tanggal dalam kalender Masehi. Tapi, tahukah kalian sejarah kalender masehi? Apakah kalian percaya bahwa dulunya bulan bukan berjumlah 12. Bagi yang penasaran, kita telusuri sejarah dari kalender Masehi.

Pada zaman Romawi kuno, bulan hanya berjumlah 10 bukan 12, karena ketika musim dingin tiba bertani sehingga tidak dimasukkan dalam hitungan kalender. Jadi perhitungan bulan mereka, berdasarkan siklus pertanian karena seperti yang kita tahu pertanian pada masa itu merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Dengan penetapan kalender tersebut, mereka dapat mengawasi kapan mereka menanam, dan kapan mereka memanen.

Kalender-kalender tersebut dipahat dan kemudian disebarkan di daerah-daerah jajahan romawi.

  1. Martius (31)
  2. Aprilis (30)
  3. Maius (31)
  4. Junius (30)
  5. Quintilis (31)
  6. Sextilis (30)
  7. Septalis (31)
  8. Octolis (31)
  9. Novelis (30)
  10. Decemberis (31)

Namun, 61 hari lain yang merupakan musim dingin tidak dicantumkan didalam kalender tersebut. Pada masa itulah muncul seorang yang bernama Numa Numae Pompilus yang mengadakan sedikit pembaharuan dalam kalender tersebut. Dia juga merupakan orang yang pertama kali mendirikan Institusi Pontiface (Kepala Agama).

Dia merupakan seorang penganut agama yang taat, sehingga dia berpendapat bahwa harus ada kalender yang digunakan bukan hanya untuk bertani tetapi untuk beribadah juga. Setelah dipertimbangkan dia membutuhkan informasi tentang kapan tanggal 2 minggu sebelum musim dingin berakhir untuk mengadakan ritual penyambutan musim semi. Akhirnya, ditambahakan 2 bulan yaitu Ianuarius dan Februarius. Ianuarius berjumlah 29 hari dan februarius hanya berjumlah 28 hari. Jadi total dalam 1 tahun saat itu adalah 355.

  1. Martius (31 days)
  2. Aprilis (29 days)
  3. Maius (31 days)
  4. Junius (29 days)
  5. Quintilis (31 days)
  6. Sextilis (29 days)
  7. September (29 days)
  8. October (31 days)
  9. November (29 days)
  10. December (29 days)
  11. Ianuarius (29 days)
  12. Februarius (28 days)

Sekarang, seperti yang kita tahu bahwa sistem kalender dibuat berdasarkan pengamatan manusia terhadap muculnya bulan atau matahari. Dalam kasus Romawi dua-duanya dipakai.
Romawi mendasarkan perhitungan kalendarnya terhadap perhitungan kalendar Yunani
dan Yunani tidak menggunakan matahari dan bulan tetapi berdasarkan kemunculan bintang Sirius.
Sayangnya kemudian rada kacau. Para astronomer yang ditugaskan utnuk memperhatikan gerak matahari, bulan dan konstelasi menjadi tidak sinkron dengan perhitungan kalendar dan perayaan keagamaan menjadi rancu dan tidak tetap setiap tahunnya.

Jadi diadakan bulan baru yaitu bulan ke 13 yang disebut Marcedonius yang jumlahnya 27 hari.  Jadi saat itu jumlah hari dalam 1 thn bisa menjadi 378 hari. Jadi setiap 2 thn sekali, bulan ini akan disisipkan dan menyebabkan rata-rata hari dalam 1 tahun adalah 366 hari dan itu sama dengan 1 tahun solar year.

Tapi, penyisipan bulan ini adalah menjadi hak Pontifex maximus dan karena sering kali terjadi penyalah gunaan hak-hak ini dalam politik Romawi seperti penambahan bulan Marcedonius ini 2 bahkan 4 kali berturut untuk memperpanjang masa jabatan seorang consul dan kemudian selama 4 tahun berikutnya tidak ada penambahan, maka hal ini sering membuat kacau perhitungan gaji, dan juga masa jabatan seseorang.

Karena kekacauan tersebut maka Jilius Cesar (45 SM) mereformasi kalender tersebut dan menghilangkan Marcedonius, sehingga pada masa itu kalender kembali lagi menjadi 12 bulan

  1. Ianuarius,
  2. Februarius,
  3. Martius,
  4. Aprilis,
  5. Maius,
  6. Iunius,
  7. Quintilis,
  8. Sextilis,
  9. September,
  10. October,
  11. November,
  12. December,

Januari dipilih sebagai bulan pertama karena diambil dari nama dewa romawi Janus yaitu dewa penjaga gerbang olympus. Janus menurut mitologi Romawi kuno merupakan dewa yang mempunyai 2 wajah, 1 menghadap kebelakang dan satunya lagi menghadap kedepan. Sehingga Januari disebut sebagai bulan perpisahan (masa lalu) dan bulan memulai suatu hal yang baru (masa depan). Jad, bulan ini diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.

Dan juga karena 1 januari jatuh pada puncak musim dingin, maka disaat itu biasanya pemilihan consul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur dan semua senat dapat berkumpul untuk memilih konsul, dan dibulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru.

Bulan Februarius sendiri berasal dari festival purification dari Roma. Bulan Martius, pada bulan itu banyak peperangan yang dimenangkan sehingga bulan ini diberikan dengan nama Martius untuk penghormatan pada dewa Mars (dewa perang yunani).

Awalnya bulan juli adalah bulan kelima dalam kalender dan disebut Quintilis, yang berarti yang ke lima.  Bulan ini memiliki 30 hari.  Ketika terjadi penambahan dua bulan oleh Numa Pompilius​ dan pergeseran bulan oleh Julius Caesar maka bulan ini menjadi bulan ke tujuh, dan jumlah harinya pun ikut berubah menjadi 31 hari.  Untuk menghormati Julis Caesar​, nama bulan ini kemudian diubah menjadi Julius. Julius Caesar sendiri lahir pada tanggal 12.

Kaisar Augustus sangat berperan dalam sejarah bulan ini, bangsa Romawi dulu menyebut bulan ini dengan sextilis yang berarti ke enam.  Mereka kemudia mengubah namanya menjadi Augustus untuk menghormati pengganti kaisar Julius.  Bulan ini dipilih oleh Kaisar Augustus karena dia merasa selalu beruntung dibulan ini (waktu itu Sextilis) Karena ia tidak mau bulannya memiliki jumlah hari yang lebih pendek dari Julius Caesar maka ia “mencuri” satu hari dari bulan Februari dan menyebabkan bulan Agustus berjumlah 31 hari dan Februari berjumlah 28 hari.

Kalender Masehi tidak sampe disini, Julius Cesar pada tahun 47 sebelum masehi menetapkan kalender sebagai berikut :

  1. Satu tahun berumur 365 hari dengan kelebihan 6 jam setiap tahun
  2. Setiap tahun yang keempat atau angkanya habis dibagi 4 maka umurnya menjadi 366 hari disebut tahun kabisat (tahun panjang), sedangkan tahun biasa (non kabisat atau tahun pendek) berumur 365 hari. Cara menetapkannya ialah apabila tahun tersebut habis dibagi 4 berarti tahun kabisat. Misalnya tahun 1995 : 4 = 498,7 bukan tahun kabisat sedangkan tahun 1996 : 4 = 499 adalah tahun kabisat.

Perkembangan selanjutnya pada abad ke-16 terjadi pergeseran dari biasanya yaitu musim semi yang biasanya jatuh pada tanggal 21 Maret telah maju jauh, maka dilakukan suatu koreksi. Apabila sebelum perhitungan satu tahun adalah 365,25 hari maka sejak saat itu satu tahun menjadi 365,2425 hari. Itu berdasar pada perhitungan bahwa revolusi bumi bukan 365 hari lebih 6 jam tetapi tepatnya 365 hari 5 jam 56 menit atau 365 hari lebih 6 jam kurang 4 menit.

Oleh sebab itu pada tanggal 21 Maret 1582 terjadi pergeseran sehingga awal musim semi jatuhnya lebih maju di Eropa. Untuk koreksi akibat adanya pembulatan 4 menit selama 15 abad tersebut maka Paus Gregorius XIII menetapkan sebagai berikut :

  1. Setiap tahun tang habis dibagi 100 meskipun habis dibagi 4 yang menurut ketentuan sebelumnya adalah tahun kabisat tidak lagi menjadi tahun kabisat. Hal itu karena pembulatan satu hari untuk tahun kabisat setiap 4 tahun tersebut mendahului beberapa menit dari sebenarnya, maka diadakan pembulatan lagi pada setiap 100 tahun.
  2. Setiap 400 tahun sekali diadakan pembulatan satu hari, jadi meski habis dibagi 100 maka tetap menjadi tahun kabisat. Dasar perhitungannya adalah dengan kelebihan 4 menit setahun maka 400 tahun menjadi 1600 menit = 26 jam 40 menit.
  3. Untuk menghilangkan kelebihan dari pembulatan yang telah terjadi sebelumnya maka dilakukan pemotongan hari, yaitu sesudah tanggal 4 Oktober 1582, hari berikutnya langsung menjadi tanggal 15 Oktober 1582. jadi tanggal 5 – 14 Oktober 1582 (selama 10 hari) tidak pernah ada dalam penanggalan Masehi.

Dengan dasar perhitungan koreksi tersebut maka sejak tahun 1600 sampai 2000 terjadi koreksi 3 kali yaitu tahun 1700, 1800 dan 1900. Hal ini adalah karena sesuai ketentuan sebelum tahun 1582 setiap tahun habis dibagi 4 adalah tahun kabisat. Namun sejak tahun 1582 berlaku ketentuan baru bahwa setiap tahun yang habis dibagi 100 tidak menjadi tahun kabisat kecuali untuk tahun yang habis dibagi 400. Dengan demikian tahun 1600 dan 2000 tetap tahun kabisat karena habis dibagi 400. tahun yang habis dibagi 4 yang tidak menjadi tahun kabisat untuk masa setelah tahun 2000 adalah tahun 2010, 2200, 2300 sedangkan tahun 2400 tetap tahun kabisat karena habis dibagi 400.

Kesimpulan yang bisa didapat pada perjalanan tahun Masehi dari tahun 1 – 2000 adalah :

  • tahun 1 – 1582 semua tahun yang habis dibagi 4 adalah tahun kabisat
  • tanggal 5 – 15 Oktober 1582 tidak pernah ada dalam kalender penanggalan
  • tahun 1700, 1800, 1900 bukan merupakan tahun kabisat (3 tahun terjadi koreksi 3 hari)

Siklus tahun Masehi adalah 4 tahunan untuk siklus kecil (4 X 365) + 1 = 1461 hari sedangkan siklus besarnya setiap 400 tahun (100 X 1461) – 3 = 146097. Bulan Februari pada tahun biasa (bukan kabisat) berumur 28 hari sedang pada bulan tahun kabisat berumur 29 hari. Bulan yang berumur 31 hari adalah bulan Januari, Maret, Mei, Juli, Agustus, Oktober dan Desember. Bulan yang berumur 30 hari ialah bulan April, Juni, September dan Nopember.

Setelah kita tahu tentang sejarah panjang dari kalender Masehi, pertanyaan kita selanjutnya, fenomena apa yang terjadi pada tahun pertama masehi. Jeng-jeng, menurut penganut Nasrani, tahun pertama masehi merupakan tahun kelahiran Nabi Isa (Yesus Kristus).

Sekian, mudah-mudahan dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

RUU Kamnas : Ancaman bagi kebebasan Sipil

Ruu Kamnas (Keamanan Nasional) adalah RUU yang diajukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan untuk mengatur dan menetapkan berbagai hal yang berhubungan dengan keamanan nasional. RUU ini pernah ditolak diparlemen awal tahun kemudian diajukan kembali pada bulan Juni 2012 tapi sayangnya tanpa mengalami perubahan (tidak direvisi). RUU Kamnas ini dalam proses perumusannya agak tertutup karena Cuma sebagian kecil masyarakat yang tahu yaitu masyarakat yang mengerti tentang konstitusi-konstitusi, media seakan-akan ditekan agar tidak pernah meliput perumusan kebijakan ini. Dalam pembentukan RUU Kamnas ini sangat berkaitan dengan UU Intelejen yang merupakan bentuk pencegahan dari berbagai macam ancaman. Dengan disahkannya RUU ini maka bentuk pencegahan berubah menjadi bentuk penanggulangan, yang mengindikasikan bahwa Indonesia berada dalam keadaan darurat. Asumsi yang berkembang apabila RUU ini telah disahkan maka sistem keamanan nasional akan kembali lagi ke zaman Orde Baru yang sangat represif karena dalam RUU ini dijelaskan pelaksanaan keamanan nasional melalui pendekatan sekuritas.

Dalam pembentukan RUU Kamnas ini bertentangan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan panduan yang semestinya diikuti. Dalam pasal 5 UU tersebut jelas dinyatakan bahwa rancangan undang-undang mesti memiliki tujuan dan rumusan yang jelas, serta aplikatif / dapat dilaksanakan. Karena terabaikannya UU ini maka dalam RUU Kamnas terdapat beberapa pasal yang sangat karet dan multitafsir yang kemungkinan dapat disalahgunakan oleh institusi penegak keamanan.

Pasal pertama saja telah menimbulkan kerancuan tentang keamanan nasional, dalam pasal tersebut (Pasal 1) ayat 2 yang menyatakan “Ancaman adalah setiap upaya, kegiatan, dan/atau kejadian. Baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang mengganggu dan mengancam keamanan individu warga negara, masyarakat, eksistensi bangsa dan negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional”. Kata pembangunan nasional ini sangat multitafsir, apabila kita mengambil contoh demonstrasi-demonstrasi yang besar-besaran yang dapat mengganggu stabilitas negara (khususnya ekonomi) maka hal ini merupakan bentuk kriminal. Maka dengan begitu akan mematikan sikap-sikap kritis dari masyarakat itu sendiri. “Kalau begitu rubah saja sistem pemerintahan kita menjadi otoriter, yang dimana penguasa tidak memberikan kesempatan untuk kritik oleh masyarakat”.

Pasal lain yang menyinggung tentang ancaman adalah pasal 16 ayat 1 yang menyatakan “Spektrum ancaman dimulai dari ancaman paling lunak sampai dengan ancaman paling keras yang bersifat lokal, nasional, dan internasional dengan berbagai jenis dan bentuknya” dan pasal 17 ayat 1 poin c yang menyebutkan “ancaman tidak bersenjata”. Dari dua pasal diatas yang menyinggung ancaman keamanan nasional sangatlah multitafsi karena tidak menjelaskan lebih rinci mana yang dimaksud ancaman paling lunak dan ancaman tidak bersenjata. Dengan dua poin ini, banyak asumsi yang mengatakan bahwa jika RUU ini disahkan maka kebebasan publik, pers, dll tidak akan kita temukan lagi. Sebab, bentuk-bentuk kebebasan umumnya mengkritik Pemerintah yang bisa ditafsirkan sebagai ancaman terhadap bangsa dan negara.

Pasal lain, yaitu pasal 59 ayat 1 yang mengatakan “ Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Keamanan Nasional yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini”. Pertanyaan yang akan muncul, mengapa RUU ini mempunyai hak yang istimewa terhadap undang-undang lain? Apa urgensitas dari RUU ini sehingga dapat membatalkan UU yang telah berlaku?

Banyak asumsi yang berkembang bahwa RUU ini sarat akan berbagai macam kepentingan, salah satunya adalah usaha untuk melanggengkan sebuah pemerintahan yang diktator yang menggunakan prinsip militer (Orde Baru), dimana kita tidak mengenal kebebasan bersuara didepan umum. Ketika kita mengkritik penguasa maka kita dapat ditangkap dengan mudah oleh para penegak hukum. Mana Demokrasi yang digaung-gaungkan oleh pemerintah? Asumsi lain mengatakan bahwa RUU ini adalah jalan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena investor tidak akan menanamkan modal kesebuah negara yang dinilai tidak aman (berarti Indonesia tidak aman dong!!) kita akan melihat nanti masa dimana ketika ada perusahaan asing, maka disana ada pula pasukan keamanan yang siap kapan saja merenggut nyawa kita, apabila kita berani mengkritik perusahaan asing tersebut. Langgenglah para investor-investor kapitalis tersebut menguras sumber daya alam kita. Soekarno pernah berkata “lebih baik sumber daya alam kita tertidur lelap dalam perut bumi sampai anak cucu kita yang mengelolanya sendiri”.

Semoga RUU ini tidak disahkan, dan apabila disahkan semoga terdapat penjelasan yang lebih detail setiap pasal, ayat, dan poin dalam RUU Kamnas tersebut dan lebih mengayomi kepentingan masyarakat bukan kepentingan segelintir elit. Marilah kawan-kawan kita buka kembali ruang-ruang diskusi yang telah lama tertutup, tumbuhkan sikap kritis kita. Karena pemerintah sekarang berusaha membungkam sikap kritis agar kekuasaan mereka yang bobrok dapat bertahan lama.

Disampaikan dalam diskusi panel : RUU Kamnas, di koridor Sospol (FIS IV) Unhas. Tanggal 26 September 2012.