Ketika mendengar kata barcode mungkin sebagian besar dari kita merasa asing dengan kata itu, padahal kata tersebut sangat dekatlah dalam keseharian kita. Coba kita periksa sebuah kemasan makanan atau apapun yang biasa diperjualkan di supermarket. Dibagian belakang kemasan tersebut terdapat garis hitam yang berjajar diatas putih, dibagian deretan garis vertikal inilah yang disebut barcode. Barcode adalah susunan garis cetak vertikal hitam putih dengan lebar berbeda untuk menyimpan data-data spesifik seperti kode produksi, nomor identitas, dll sehingga sistem komputer dapat mengidentifikasi dengan mudah, informasi yang dikodekan dalam barcode.
Ketika kita melihat dengan seksama dibagian bawah barcode terdapat angka, sebagian besar pasti bertanya kalau sudah ada kode angka mengapa masih menggunakan barcode? Jadi barcode adalah semacam kode buat komputer untuk menganalisa suatu barang berdasarkan code yang tercantum didalam barcode tersebut, dan angka dipergunakan agar mata manusia dapat melihat kode barang tersebut.
Barcode sendiri pertama kali diciptakan oleh Wallance Flint pada tahun 1923, dia membuat barcode untuk memeriksa barang diperusahaan retail. Awalnya, teknoloni ini pakai oleh perusahaan retail, kemudian diikuti oleh perusahaan-perusahaan industri. Pada tahun 1948, pemilik tokoh makanan lokal meminta Drexel Institute of Technology di Philadelphia untuk membuat sistem semacam ini untuk membaca produk-produk yang keluar secara otomatis.
Menanggapi permintaan tersebut, Bernard Silver dan Norman Joseph Woodland yang merupakan lulusan Drexel Patent Application bergabung untuk mencari solusi dari permintaan tersebut. Woodland mengusulkan tinta yang sensitif terhadap sinar ultraviolet. Prototype yang diusulkan oleh Woodland ini ditolak karena tidak stabil dan mahal. Pada tangal 20 Oktober 1949 Woodland dan Silver berhasil membuat prototipe yang lebih baik. Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 1952, mereka mendapat hak paten dari hasil penelitian mereka. 1966: Pertama kalinya kode batang dipakai secara komersial adalah pada tahun 1970 ketika Logicon Inc. membuat Universal Grocery Products Identification Standard (UGPIC).
Perusahaan pertama yang memproduksi perlengkapan kode batang untuk perdagangan retail adalah Monach Marking. Pemakaian di dunia industri pertama kali oleh Plessey Telecommunications. Pada tahun 1972, Toko Kroger di Cincinnati mulai menggunakan bull’s-eye code. Selain itu, sebuah komite dibentuk dalam grocery industry untuk memilih kode standar yang akan digunakan di industry. Pada tanggal 3 April 1973: Komite memilih simbol UPC (Uniform Product Code) sebagai standar industry. Barcode ini lahir di Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an.
Ada beberapa standarisasi jenis barcode. Berikut ini adalah jenis barcode yang sering digunakan:
– Code 39, sebagai simbolik yang paling populer di dunia barcode non-retail, dengan variabel digit yang panjang. Namun saat ini code 39 makin sedikit dipergunakan dan digantikan dengan Code 128 yang lebih mudah dibaca oleh pemindai.
– Universal Product Code (UPC)-A, terdiri dari 12 digit, yaitu 11 digit data, 1 check digit : untuk kebutuhan industri retail.
– UPC-E, terdiri dari 7 digit, yaitu 6 digit data, 1 check digit : untuk bisnis retail skala kecil.
– European Articles Numbering (EAN)-8, terdiri dari 8 digit, yaitu 2 digit kode negara, 5 digit data, 1 check digit.
– EAN-13 atau UPC-A versi Eropa, terdiri dari 13 digit, yaitu 12 digit data, 1 check digit.
– POSTNET : kode pos encoding di US mail.
– Japanese Article Number (JAN) : serupa dengan EAN, digunakan di Jepang.
– Bookland : berdasarkan nomor ISBN dan digunakan pada sampul buku.
– ISSN bar code : berdasarkan nomor ISSN, digunakan pada majalah di luar AS.
– Interleaved 2 of 5 : digunakan dalam industri pelayaran dan gudang.
– Codabar : digunakan oleh Federal Express, di perpustakaan dan bank darah.
– MICR (Magnetic Ink Character Recognition) : sebuah font khusus yang digunakan untuk nomor di bagian bawah cek bank.
– OCR-A : format pengenalan karakter optik yang digunakan pada sampul buku, untuk nomor ISBN agar bisa dibaca oleh manusia.
– OCR-B : digunakan untuk mempermudah pembacaan barcode versi UPC, EAN, JAN, Bookland, dan ISSN dan Code 39.
– Maxicode : digunakan oleh United Parcel Service.
– PDF417 : suatu jenis barcode 2-D baru yang dapat encode sampai 1108 byte informasi; dapat terkompresi seperti pada sebuah portabel file data (PDF).
Tipe barcode yang banyak di Indonesia adalah EAN 13, yaitu kode barcode dengan 13 digit. Dimana 3 kode awalnya merupakan kode negara Indonesia (899). Kemudian empat angka berikutnya menunjukkan kode perusahaan. Selanjutnya lima angka secara berturut-turut merupakan kode produk dan angka terakhir berupa validasi atau cek digit.
Ada pun jenis barcode yang dikenal saat ini adalah barcode linear 1D (1 dimensi) yang berupa rangkaian garis dengan ketebalan yang bervariasi dan berbentuk persegi panjang serta jenis barcode matriks 2D (2 dimensi) yang datanya diwakili oleh simbol-simbol yang berbentuk persegi, titik, heksagon dan bentuk geometri lainnya pada gambar yang berada dalam sebuah bujur sangkar. Untuk jenis barcode matriks ini kita bisa memasukkan data sampai ratusan karakter dalam sebuah barcode, lain halnya dengan barcode linear yang kemampuan menyimpan datanya terbatas.
Untuk membaca barcode ini diperlukan sebuah alat pembaca barcode atau barcode scanner dengan menggunakan sinar laser yang sensitif terhadap refleksi dari ketebalan garis, jarak atau ruang antar baris dan variasi lainnya. Data tersebut dibaca oleh barcode scanner yang kemudian ditranfer ke komputer untuk diolah lalu ditampilkan sebagai data yang terbaca oleh manusia.
Pada awalnya pembaca kode batang yaitu scanner atau pemindai dirancang dengan mengandalkan cahaya yang tetap dan satu photosensor yang secara manual digosokkan pada kode batang.
Kode batang scanner dapat digolongkan menjadi tiga kategori berdasarkan koneksi ke komputer, yaitu : Jenis RS-232 kode batang scanner menggunakan konektor RS-232. Jenis ini membutuhkan program khusus untuk mentransfer data input ke program aplikasi. Jenis lain, adalah bercode yang menghubungkan antara komputer dan PS2 atau AT keyboard dengan menggunakan konektor PS2. Jenis ketiga adalah USB barcode scanner, yang merupakan lebih modern dan lebih mudah dipasang (dipakai) daripada jenis RS-232, karena scanner kode batang ini memiliki keuntungan yaitu tidak membutuhkan program tambahan untuk mentransfer atau input data ke program aplikasi.
Barcode sendiri mempunyai kegunaan yang dapat mengidentifikasi suatu objek agar dapat dikenali dengan cepat, disamping kegunaannya pasti ada saja orang yang berfikir kritis tentang teknologi ini. Orang yang berani mengkritisi teknologi ini Adalah Mary Stewart Relfe, PhD, seorang perempuan pengusaha sukses dari Montgomerry, AS, yang juga berprofesi sebagai seorang pilot sekaligus instruktur peralatan Multi Engine Instrument Flight, telah menulis dua buah buku best-seller yang menyoroti konspirasi ini. Salah satunya berjudul “666 The New Money System” (1982).
Mary memandang penggunaan barcode ini merupakan sebuah konspirasi yang disusun secara sistematis untuk menguasai dunia ini. Mary yang juga seorang ahli Al Kitab meyakini bahwa barcode adalah simbolis setan karena dalam pembacaan barcode tersebut terdapat angka-angka setan seperti 666 dan 13. Angka 66 terdapat pada 2 garis panjang diawal, tengah dan akhir, serta angkan 13 yang dilambangkan dengan angka yang berjumlah 13. Seperti layaknya konspirasi pada umumnya yang sangat sedikit mengandung objektivitas, maka cuma sedikit orang yang percaya dengan teori Mary ini. Disamping itu angka setan yang dimaksud oleh Mary yang umumnya merupakan mitos dari bangsa eropa dan amerika berbeda dengan angka setan yang dipercayai oleh negara-negara atau kawasan lain dimuka bumi yang menggunakan barcode sebut saja Jepang yang menganggap bahwa angka 4 merupakan angka setan karena pengucapannya (shi) yang berarti mati. Begitupun di Indonesia yang sebagian orang telah meninggalkan mitos-mitos tersebut.
Tapi dalam buku Mary ini ada sebuah konspirasi besar yang ingin dijalankan dengan menggunakan barcode ini. Menurut Mary, upaya Konspirasi untuk menguasai dunia dalam hal pengidentifikasian dan pengendalian dunia terbagi dalam tiga tahapan, yaitu :
Tahap pertama, dimulai tahun 1970 yang dijadikan titik awal bagi langkah-langkah ini, ketika barcode pertama kali digunakan secara komersial.
Tahap kedua, dimulai tahun 1973. Penggunaan Barcode yang awalnya diterapkan pada Barang Manufaktur, kini mulai diterapkan pada manusia, antara lain lewat nomor kodefikasi Angka Kesejahteraan Sosial (The Social Security Number) yang digabungkan dengan sistem pemberian angka secara universal.
Penggabungan dua kodifikasi angka ini menjadi kode-kode batangan (Barcode) yang mirip dengan Barcode pada produk manufaktur yang telah diterapkan tiga tahun sebelumnya.
Awalnya diterapkan pada kartu-kartu pintar, seperti : Credit Card, Debit Card, ID Card, dan sebagainya. Namun, pada perkembangannya juga mulai diterapkan pada manusia. Target utama tahap kedua ini, adalah Pemerintahan, Perbankan, Dan Perusahaan-Perusahaan pembuat kartu-kartu pintar (Smart Card).
Tahap ketiga, meliputi usaha untuk mengidentifikasikan setiap macam yang ada di dunia ini, baik yang bergerak maupun yang tidak. Semua pengidentifikasian ini berguna untuk mengetahui sisi lemah suatu kelompok, wilayah, bahkan suatu bangsa, yang nantinya bisa dijadikan senjata bagi Konspirasi.
Dan sekarang hal-hal yang diprediksi oleh Mary pada tahun 1982 mulai terjadi, dimana telah ada penggunaan sebuah chip yang berisi data orang yang memakai chip ini. Amerika Serikat telah menggunakannya kepada para imigran dan pasukan agar keberadaannya dapat dengan mudah dilacak karena dalam chip ini terdapat sebuah sensor aktif yang dapat dipantau sehingga dimana dan apapun yang dilakukan oleh pengguna chip ini dapat diketahui dengan mudah. Para pelopor teknologi ini berdalih dengan penggunaan teknologi ini dapat mengurangi tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh seseorang karena merasa diawasi. Tapi dengan pengawasan tersebut ruang gerak kita sangat terbatas. Kita tidak dapat menggunakan kata privacy lagi.
Dewasa ini telah ada rumor yang berkembang bahwa didalam chip tersebut terdapat semua informasi tentang pengguna, baik dati diri, keuangan, dan lain-lain. Dengan hal ini maka akan tercipta sebuah masyarakat yang tunduk kepada penguasa walaupun penguasa tersebut bersikap dzalim. Karena ketika kita mulai mengkritisi pemerintah tersebut maka dengan mudahnya kita dilacak dan ditangkap dengan berbagai alasan. Hal ini dilakukan agar para penguasa tersebut tidak merasa terancam dengan kedudukannya.
Di Indonesia sendiri telah ada sebuah RUU Intelejen yang dapat mengawasi semua masyarakat, ada banyak orang yang merasa risih dengan RUU ini salah satunya mahasiswa. Hal ini membuat mahasiswa dimatikan daya kritisnya sehingga para penguasa dapat berbuat seenaknya. Setelah RUU ini disahkan maka teknologi chip seperti yang dibahas diatas dapat dijalankan, dan mau tidak mau hidup kita harus memakainya dengan dalih sebuah kewajiban berdasarkan hukum. Dan akhirnya kita akan terkungkung, dan mengucapkan selamat tinggal terhadap kata privacy.