Pelayanan Prima di Masa New Normal

Tulisan ini adalah tulisan yang saya ajukan ke Majalah Bhumipura untuk edisi ke-3 akan tetapi tulisan ini belum terpilih. Dibanding tulisan ini hanya tersimpan di laptop maka saya berinisiatif untuk membaginya ke lini masa.

Secercah Harapan dari kemelut COVID-19

Corona Virus Disease 2019 (covid-19) telah mereformasi berbagai sisi kehidupan manusia. Bagaimana tidak, virus yang konon berawal dari Wuhan (Tiongkok), kini telah menjalar secara global. Rilis terkini mencatat, pertanggal 13 Juni 2020[1], covid-19 telah menginfeksi 7.553.182 orang dan merenggut 423.349 nyawa di seluruh dunia.

Secara khusus di Indonesia, Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengkonfirmasi 37.420 kasus positif covid-19 dengan angka kematian sejumlah 2.091 orang[2]. Sebuah fakta yang sangat merisaukan. Olehnya, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020, pemerintah pun  mengafirmasi bahwa pandemi covid-19 ialah Bencana Non Alam.

Terlepas dari jumlah kasus kematian musabab covid-19, fakta bahwa virus ini dapat disembuhkan setidaknya membawa secercah harapan bagi umat manusia. Realita menunjukkan lebih dari sepertiga pasien positif covid-19 (13.776 orang)[3] dinyatakan sembuh dan dapat kembali beraktivitas. Tak hanya di Indonesia, secara universal akumulasi kesembuhan melebihi setengah dari jumlah kasus positif (4.058.335)[4]. Fakta ini seakan menyatakan bahwa kekhawatiran berlebihan terhadap virus, ialah suatu hal yang menyesatkan.

Tatanan Normal Baru

Seiring berjalannya waktu, Pembatasan Sosial diterapkan dihampir setiap lini kehidupan demi menekan laju penyebaran virus. Mengoptimalkan sarana teknologi informasi pun menjadi keniscayaan. Dari bekerja hingga belajar semuanya berpijak pada virtual reality.

Akan tetapi, transisi sosial semacam ini tentulah menimbulkan berbagai bahaya laten. Di balik  teknologi informasi yang memberikan sejumlah nilai efisiensi, ia juga turut memberikan sejumlah dampak destruktif, khususnya di bidang ekonomi.

The World Bank melaporkan bahwa selama pandemi covid-19 penurunan ekonomi ditaksir sebesar 5.2%, terburuk sejak Perang Dunia II[5]. Laju pertumbuhan ekonomi yang melambat, mendorong negara-negara di dunia mengambil langkah terobosan guna membuat ekonomi tetap berjalan sembari meminimalisir laju persebaran covid-19 hingga vaksin ditemukan. Upaya ini ditempuh dengan pertimbangan bilamana ekonomi tidak segera dipulihkan, maka bukan virus yang menghancurkan peradaban manusia melainkan fenomena kemiskinan dan kelaparan.

Tanggal 16 April 2020, Dr Hans Henri P. Kludge Direktur WHO untuk regional Eropa mengeluarkan statemen bagi negara-negara untuk melakukan masa transisi ke New Normal[6]. Gayung bersambut, negara-negara Eropa dan hampir seluruh dunia mulai menerapkan masa transisi ini tak terkecuali di Indonesia. Bahkan Presiden Indonesia, Joko Widodo, melalui pernyataan resmi tanggal 15 Mei 2020 telah menyusun tahapan yang akan ditempuh dalam menerapkan status New Normal.

Pelayanan Keimigrasian dimasa New Normal

Deklarasi New Normal yang digaungkan oleh Joko Widodo ditindaklanjuti secara responsif oleh setiap instansi pemerintahan, tidak terkecuali Direktorat Jenderal Imigrasi. Melalui Surat Edaran Nomor IMI-GR.01.01-0946 Tahun 2020 yang dikeluarkan pada 9 Juni 2020 terkait Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Keimigrasian dalam Masa Tatanan Normal Baru, Dirjen Imigrasi menegaskan bahwa pelayanan keimigrasian senantiasa berjalan di masa New Normal dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Tentunya ini merupakan angin segar bagi masyarakat, terkhusus bagi mereka yang selama kondisi pandemi tidak dapat terlayani.

Melalui regulasi ini pula, semua unit pelaksana teknis keimigrasian melakukan perubahan besar pada sarana dan prasarana pelayanan. Mulai dari penyediaan alat pelindung diri bagi petugas imigrasi hingga mendesain situasi ruang pelayanan agar memenuhi prasyarat yang ditetapkan oleh protokol kesehatan. Berbagai transformasi yang digiatkan tentunya berpedoman pada komponen standar pelayanan khususnya pasal 21 huruf m Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yakni “jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan”. Dengan penerapan standar protokol kesehatan yang ketat diharapkan baik pemohon maupun petugas pelayanan keimigrasian dapat terhindar dari potensi tertular covid-19.

Selain itu, Dirjen Imigrasi melalui Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian juga turut menerapkan pelayanan berbasis jaringan internet sehingga interaksi langsung antara petugas dan pemohon layanan keimigrasian dapat diminimalisir.

Akan tetapi, sebagai sebuah institusi yang mengedepankan pelayanan, Dirjen Imigrasi harus terus mengikuti perkembangan teknologi informasi dan sejatinya ini merupakan tantangan kedepan, demi memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.


[1] WHO Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard, https://covid19.who.int/ diakses pada tanggal 14 Juni 2020 pukul 11.42 WITA

[2] Infografis COVID-19 (13 Juni 2020), https://covid19.go.id/p/berita/infografis-covid-19-13-juni-2020 diakses pada tanggal 14 Juni 2020 pukul 11.56 WITA

[3] Ibid

[4] COVID-19 Coronavirus Pandemic, https://www.worldometers.info/coronavirus/?utm_campaign=homeAdvegas1?%20, diakses pada tanggal 14 Juni 2020 pukul 20.41 WITA

[5] COVID-19 to Plunge Global Economy into Worst Recession since World War II, https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2020/06/08/covid-19-to-plunge-global-economy-into-worst-recession-since-world-war-ii, diakses pada tanggal 14 Juni 2020 pukul 21.27 WITA

[6] Statement – Transition to a ‘new normal’ during the COVID-19 pandemic must be guided by public health principles, https://www.euro.who.int/en/media-centre/sections/statements/2020/statement-transition-to-a-new-normal-during-the-covid-19-pandemic-must-be-guided-by-public-health-principles, diakses pada tanggal 15 Juni 2020 pukul 10.07 WITA